Thursday, September 25, 2014

PROSES FERMENTASI PADA PEMBUATAN MSG (MONOSODIUM GLUTAMAT)


Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang diuhasilkan melalui fermentasi merupaklan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer.


Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein.

Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi media padat ini sering disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso, sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan.

Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.

Dalam paper ini akan diulas lebih dalam mengenai salah satu produk fermentasi yang berupa metabolit primer yaitu asam glutamat. Asam glutamat merupakan asam amino yang dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita jumpai dalam bentuk monosodium glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap makanan.

Hampir disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya monosodium glutamat atau mononatrium glutamat yang merupakan senyawa sintetik yang dapat menimbulkan rasa enak (flavour potentiator) atau menekan rasa yang tidak diingankan dari suatu bahan makanan. MSG juga merupakan zat penyedap rasa yang banyak digunakan oleh produsen makanan untuk membuat produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut merupakan pembentuk protein, sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin (MSG) akan berasa seperti ditambah kaldu daging (protein).

PROSES FERMENTASI

Proses fermentasi ini merupakan tahap awal dan merupakan tahapan yang penting dalam pembentukan monosodium glutamat. Hal ini disebabkan Brevibacterium flavum, yang merupakan bakteri penghasil asam glutamat memerlukan kondisi tertentu untuk tumbuh optimum dan mengubah substrat menjadi produk yang diharapkan.

TAHAP PERSIAPAN BAHAN BAKU

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose, dan raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat adalah fermentable sugar. Fermentable sugar merupakan total gula yang dapat difermentasi oleh bakteri, yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa.
1. Sukrosa; sukrosa memiliki peran penting dalam fermentasi karena meru-pakan sumber karbon utama yang digunakan sebagai substrat oleh bakteri. Kandungannya 38% dan batas minimalnya 30%. Jika kurang dari 30% akan menyebabkan sumber substrat yang akan digunakan tidak sesuai sehingga pertumbuhan bakteri tidak maksimal.

2.Fruktosa dan Glukosa; fruktosa dan glukosa juga digunakan oleh bakteri sebagai substrat dalam proses fermentasi. Kadar glukosa 6% dan fruktosa 7%.

Bahan baku untuk media tumbuh bakteri harus dipersiapkan terlebih dahulu. Bakteri tidak dapat langsung memecah makromolekul seperti polisakarida, tetapi harus diubah dahulu menjadi bentuk yang lebih sederhana dan akhirnya menjadi monosakarida.

Sebelum masuk ke proses fermentasi, tetes tebu masuk terlebih dahulu ke proses pengolahan Pretreated Cane Molases (PCM) yang bertujuan untuk menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses, menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan, menghilangkan ion Ca2+ yang dapat merapuhkan kristal MSG.

Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada pabrik gula yaitu pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan CaCO3. Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan H2SO4 menghasilkan Ca2SO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4.
Ca2+ + H2SO4 CaSO4 + 2 H+
Reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4 (Fenemma, 1996)
Selain cane molasses untuk bahan baku fermentasi MSG, digunakan juga tepung tapioca yang merupakan pati dan raw sugar. Dextrouse (glukosa) ini dibuat dari tepung tapioca (polisakarida). Polisakarida harus dihidrolisis oleh enzim-enzim yang spesifik sehingga akan terbentuk monosakarida. Proses pemecahan tersebut dilakukan pada proses SOD (Solution of dextrouse). Secara umum SOD terdiri dari 3 tahap, yaitu:
1. Tahap Preparasi; pada tahap ini dilakukan persiapan bahan baku yaitu tepung tapioca ditambah dengan air, serta melakukan perlakuan pendahuluan dengan mengatur komposisi larutan antara tepung tapioca, hot water (HW) dan Process Water (PW) sehingga didapat suhu sekitar 480C.
2.  Tahap Liquifikasi; tahap ini digunakan enzim amylase (liquozyme) untuk memecah ikatan α-1,4 glikosidik. Enzim ini memecah pati menjadi maltosa, maltotriosa, dekstrin dan sebagian kecil menjadi glukosa.
3.Tahap Sakarifikasi; pada tahap ini digunakan enzim glukoamilase (dextrozyme) dengan merk dagang enzim AMG. Enzim ini mampu meme-cah disakarida menjadi monosakarida.

Untuk raw sugar sendiri atau yang lebih dikenal dengan gula setengah jadi juga merupakan bahan baku dalam pembuatan MSG dan merupakan hasil antara dari pabrik gula. 

TAHAP PERSIAPAN BAKTERI DAN MEDIA
LABORATORY SEED CULTURE

Merupakan tahap pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium. Tahapan ini dalam dunia industry biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R&D). Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.Liophilisasi; yaitu penentuan atau identifikasi bakteri yang dapat mem-produksi asam glutamat. Research dilakukan oleh bagian R&D dengan hasil bakteri yang superior dalam menghasilkan asam glutamat adalah Brevibacterium flavum. Bakteri ini dibeli dari Korea Selatan yang dapat diaktifkan dengan penambahan larutan gula.
2. Stock Slant; yaitu menentukan jumlah bakteri yan aktif memproduksi asam glutamat (GA).
3. Active Slant; yaitu pengembangan dari Stock Slant untuk dijadikan volume sebesar 5 liter, yang disebut sebagai jar 5 liter. Dari jar 5 liter bakteri dikembangkan lagi dalam media seed yang lebih besar.

SEED CULTURE

Merupakan tempat pengembangan dari jar 5 liter ke tangki seed, dengan kapasitas 12 kL yang telah berisi media seed sebanyak 5 kL.

Pada tangki ini suhu dijaga konstan 31,50C menggunakan jacket yang dialiri PW atau HCHW (Hot Chilled Water). Pengadukan dilakukan selama holding time yaitu 16 jam. Tangki seed dilengkapi dengan pipa untuk aerasi karena bakteri bersifat aerob (membutuhkan oksigen). Oksigen yang digunakan disini diperoleh dari udara yang diambil melalui kompresor yang kemudian disaring di air filter, sehingga udara yang masuk ke tangki seed sudah bebas dari kontaminan. Tekanan operasi dalam tangki adalah 0,5 kg/cm2. pH larutan dijaga antara 7,3-7,5 dengan penambahan NH3 juga dilakukan sebagai sumber nitrogen.

Pada tangki seed dilakukan penambahan media karena media yang ditambahkan tersebut mempunyai komposisi nutrisi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan bakteri. Jika komposisi nutrisinya melebihi yang dibutuhkan maka akan terjadi lisis pada membrane sel bakteri dan akhirnya mati. Pemberian nutrisi pada bakteri ini bersifat pre-enrichment. Maksudnya bakteri yang awalnya hanya ditumbuhkan pada skala kecil (laboratorium) kemudian sikembangkan pada skala industri akan mengalami shock sehingga perlu nutrisi yang tepat untuk mengembalikan kondisinya pada keadaan normal, sehingga diharapkan dapat menghasilkan asam glutamate dengan optimal.

Setiap 2 jam dilakukan pengukuran OD (optical density) dan PVC (packet cell volume) untuk mengukur konsentrasi dan jumlah sel dalam media serta GA dan TS (total sugar). Dari data pengukuran jika telah mencapai kondisi optimum pertumbuhan dimana kadar TS belum sampai habis, maka seed siap ditransfer ke main fermentor yang telah sudah terdapat media pertumbuhan dan perkembangan bakteri seperti TCM, SOD dan RAS dengan PW sebagai pelarut. Pada proses transfer media dilakukan continue sterilization (CS). Sterilisasi media disini dilakukan dengan cara melewatkan media ke Plate Heat Exchanger (PHE), dimana terjadi pertukaran panas dengan steam sehingga media yang keluar dari PHE sudah bebas dari kontaminan dan media siap masuk ke tangki main fermentor.

TAHAP FERMENTASI UTAMA

Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama, merupakan tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor dilakukan sterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan steam dengan suhu 1250C selama 30 menit. Media dalam main fermentor hampir sama komposisinya dengan media dalam seed, hanya pada main fermentor ini tidak ditambahkan biotin, karena penambahan biotin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan awal bakteri (menegakkan fase log pertumbuhan bakteri), sehingga penambahan biotin dianggap cukup ditambahkan pada seed media saja.

Suhu operasi dijaga konstan 31,5-370C dengan cara mengalirkan process water melalui cooling coil di dalam tangki main fermentor. Suhu 31,50C merupakan suhu optimum yang dicapai saat fermentasi serta merupakan suhu adaptasi dari bakteri pada lingkungan barunya dan pH dijaga sekitar 7,7 dengan penambahan NH3. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan media atau feeding. Hal tersebut juga disebabkan oleh media yang ditambahkan pada awal fermentasi sudah habis. Penambahan feeding bertujuan sebagai sumber makanan dari bakteri, karena bakteri pada usia dewasa sehingga bakteri dapat menghasilkan GA secara maksimal. Tangki juga dilengkapi dengan pipa aerasi untuk suplai O2. Reaksi yang terjadi adalah:

C2H12O6 + O2 + NH3 Glutamic Acid + CO2 + panas

Reaksi Pembentukan Asam Glutamat

Untuk membuang CO2 yang terbentuk, tangki juga dilengkapi dengan cyclon separator untuk memisahkan cairan yang terikut bersama CO2. Selain itu pada tangki main fermentor ditambahkan anti foam agent (AF) guna mencegah timbulnya busa akibat pengadukan karena busa dapat mengakibatkan bakteri kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Tangki main fermentor ini berjumlah 3 unit dengan kapasitas masing-masing 250 kL dan volume kerja fermentor 200 kL. Seperti halnya dengan tangki seed, setiap 2 jam dilakukan analisa Optical Density (OD), Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS), Dissolved Oxygen (DO) dan GA. Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan broth yang terdiri dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamate yang akan diproses lebih lanjut pada Refinery I.

PENGENDALIAN PROSES FERMENTASI

Selama proses fermentasi, dilakukan control terhadap beberapa factor yakni O2, NH4+, pH, asam phosphate dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup akan terbentuk asam glutamate sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat atau suaksinat. Ammonia (NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen. Apabila jumlahnya kurang maka akan terbentuk asam α-ketoglutarat sedangkan apabila berlebih akan terbentuk glutamin.

Pengaturan pH juga berpengaruh terhadap hasil fermentasi, dimana pH yang asam akan membentuk glutamin dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral atau basa lemah, asam glutamate akan terbentuk optimal. Penambahan asam phosphate yang kurang akan menghasilkan valin sedangkan adanya biotin yang berlebih akan membentuk asam laktat dan asam suksinat.

Selain itu juga seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu fermentasi diatur atau di set sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang digunkan agar mikroba tersebut dapat lebih optimum berperan dalam proses fermentasi tadi.

No comments:

Post a Comment