Dalam
bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses
utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang
diuhasilkan melalui fermentasi merupaklan hasil-hasil metabolit sel mikroba,
misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan
sebagainya. Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk
mengubah bahan baku
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein
sel tunggal, antibiotika dan biopolimer.
Fermentasi
merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan
oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah
biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses
fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein.
Fermentasi
dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged.
Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak
digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi
media padat ini sering disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji untuk
memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso,
sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi padat dengan substrat kulit
umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi
masalah limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan atau suplemen produk pangan atau pakan.
Di samping
hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk
menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang
digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi
di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang
bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan
lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga
produk yang dihasilkan optimal.
Dalam paper
ini akan diulas lebih dalam mengenai salah satu produk fermentasi yang berupa
metabolit primer yaitu asam glutamat. Asam glutamat merupakan asam amino yang
dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai penguat citarasa. Di pasaran asam
glutamat dapat kita jumpai dalam bentuk monosodium glutamat yang banyak
digunakan sebagai bahan penyedap makanan.
Hampir
disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya monosodium glutamat atau
mononatrium glutamat yang merupakan senyawa sintetik yang dapat menimbulkan
rasa enak (flavour potentiator) atau menekan rasa yang tidak diingankan dari
suatu bahan makanan. MSG juga merupakan zat penyedap rasa yang banyak digunakan
oleh produsen makanan untuk membuat produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut
merupakan pembentuk protein, sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin
(MSG) akan berasa seperti ditambah kaldu daging (protein).
PROSES FERMENTASI
Proses
fermentasi ini merupakan tahap awal dan merupakan tahapan yang penting dalam
pembentukan monosodium glutamat. Hal ini disebabkan Brevibacterium flavum, yang merupakan bakteri penghasil
asam glutamat memerlukan kondisi tertentu untuk tumbuh optimum dan mengubah
substrat menjadi produk yang diharapkan.
TAHAP PERSIAPAN BAHAN BAKU
Bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose, dan
raw sugar. Gula-gula yang
dimanfaatkan bakteri sebagai substrat adalah fermentable
sugar. Fermentable sugar merupakan total gula yang dapat
difermentasi oleh bakteri, yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa.
1.
Sukrosa; sukrosa memiliki peran
penting dalam fermentasi karena meru-pakan sumber karbon utama yang digunakan
sebagai substrat oleh bakteri. Kandungannya 38% dan batas minimalnya 30%. Jika
kurang dari 30% akan menyebabkan sumber substrat yang akan digunakan tidak
sesuai sehingga pertumbuhan bakteri tidak maksimal.
2.Fruktosa dan Glukosa; fruktosa dan
glukosa juga digunakan oleh bakteri sebagai substrat dalam proses fermentasi.
Kadar glukosa 6% dan fruktosa 7%.
Bahan baku untuk media tumbuh
bakteri harus dipersiapkan terlebih dahulu. Bakteri tidak dapat langsung
memecah makromolekul seperti polisakarida, tetapi harus diubah dahulu menjadi
bentuk yang lebih sederhana dan akhirnya menjadi monosakarida.
Sebelum masuk
ke proses fermentasi, tetes tebu masuk terlebih dahulu ke proses pengolahan Pretreated Cane Molases (PCM) yang
bertujuan untuk menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses, menghilangkan kotoran yang
dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan, menghilangkan ion Ca2+
yang dapat merapuhkan kristal MSG.
Kandungan Ca
pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada pabrik gula yaitu pada
tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan susu kapur (Ca(OH)2)
dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan CaCO3.
Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan H2SO4
menghasilkan Ca2SO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C
sebagai katalis reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4.
Ca2+ +
H2SO4 CaSO4 + 2 H+
Reaksi
pengikatan Ca2+ oleh H2SO4 (Fenemma, 1996)
Selain cane molasses untuk bahan baku fermentasi MSG,
digunakan juga tepung tapioca yang merupakan pati dan raw sugar. Dextrouse (glukosa) ini dibuat dari tepung tapioca
(polisakarida). Polisakarida harus dihidrolisis oleh enzim-enzim yang spesifik
sehingga akan terbentuk monosakarida. Proses pemecahan tersebut dilakukan pada
proses SOD (Solution of dextrouse).
Secara umum SOD terdiri dari 3
tahap, yaitu:
1. Tahap Preparasi; pada tahap ini
dilakukan persiapan bahan baku yaitu tepung tapioca ditambah dengan air, serta melakukan
perlakuan pendahuluan dengan mengatur komposisi larutan antara tepung tapioca, hot water (HW) dan Process Water (PW) sehingga didapat suhu
sekitar 480C.
2.
Tahap Liquifikasi; tahap ini digunakan
enzim amylase (liquozyme) untuk
memecah ikatan α-1,4 glikosidik. Enzim ini memecah pati menjadi maltosa,
maltotriosa, dekstrin dan sebagian kecil menjadi glukosa.
3.Tahap Sakarifikasi; pada tahap ini
digunakan enzim glukoamilase (dextrozyme) dengan
merk dagang enzim AMG. Enzim
ini mampu meme-cah disakarida menjadi monosakarida.
Untuk raw sugar sendiri atau yang lebih dikenal
dengan gula setengah jadi juga merupakan bahan baku dalam pembuatan MSG dan merupakan hasil
antara dari pabrik gula.
TAHAP PERSIAPAN BAKTERI DAN MEDIA
LABORATORY SEED CULTURE
Merupakan
tahap pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium.
Tahapan ini dalam dunia industry biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R&D). Tahapan-tahapan
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.Liophilisasi; yaitu penentuan atau identifikasi bakteri yang dapat mem-produksi
asam glutamat. Research dilakukan
oleh bagian R&D dengan hasil bakteri yang superior dalam menghasilkan asam
glutamat adalah Brevibacterium flavum. Bakteri
ini dibeli dari Korea Selatan yang dapat diaktifkan dengan penambahan larutan
gula.
2. Stock
Slant; yaitu menentukan jumlah bakteri yan aktif
memproduksi asam glutamat (GA).
3. Active
Slant; yaitu pengembangan dari Stock Slant untuk dijadikan volume
sebesar 5 liter, yang disebut sebagai jar 5 liter. Dari jar 5 liter bakteri
dikembangkan lagi dalam media seed yang
lebih besar.
SEED CULTURE
Merupakan
tempat pengembangan dari jar 5 liter ke tangki seed, dengan kapasitas 12 kL
yang telah berisi media seed sebanyak 5 kL.
Pada tangki
ini suhu dijaga konstan 31,50C menggunakan jacket yang dialiri PW atau HCHW (Hot Chilled Water). Pengadukan dilakukan
selama holding time yaitu 16
jam. Tangki seed dilengkapi
dengan pipa untuk aerasi karena bakteri bersifat aerob (membutuhkan oksigen).
Oksigen yang digunakan disini diperoleh dari udara yang diambil melalui
kompresor yang kemudian disaring di air
filter, sehingga udara yang masuk ke tangki seed sudah bebas dari kontaminan. Tekanan
operasi dalam tangki adalah 0,5 kg/cm2. pH larutan dijaga antara
7,3-7,5 dengan penambahan NH3 juga dilakukan sebagai sumber
nitrogen.
Pada tangki seed dilakukan penambahan media karena
media yang ditambahkan tersebut mempunyai komposisi nutrisi tertentu yang
disesuaikan dengan kebutuhan bakteri. Jika komposisi nutrisinya melebihi yang
dibutuhkan maka akan terjadi lisis pada membrane sel bakteri dan akhirnya mati.
Pemberian nutrisi pada bakteri ini bersifat pre-enrichment.
Maksudnya bakteri yang awalnya hanya ditumbuhkan pada skala kecil
(laboratorium) kemudian sikembangkan pada skala industri akan mengalami shock sehingga perlu nutrisi yang tepat
untuk mengembalikan kondisinya pada keadaan normal, sehingga diharapkan dapat
menghasilkan asam glutamate dengan optimal.
Setiap 2 jam
dilakukan pengukuran OD (optical density) dan
PVC (packet cell volume) untuk
mengukur konsentrasi dan jumlah sel dalam media serta GA dan TS (total sugar). Dari data pengukuran jika
telah mencapai kondisi optimum pertumbuhan dimana kadar TS belum sampai habis,
maka seed siap ditransfer ke main fermentor yang telah sudah terdapat
media pertumbuhan dan perkembangan bakteri seperti TCM, SOD dan RAS dengan PW
sebagai pelarut. Pada proses transfer media dilakukan continue sterilization (CS). Sterilisasi
media disini dilakukan dengan cara melewatkan media ke Plate Heat Exchanger (PHE), dimana
terjadi pertukaran panas dengan steam sehingga
media yang keluar dari PHE sudah bebas dari kontaminan dan media siap masuk ke
tangki main fermentor.
TAHAP FERMENTASI UTAMA
Pada skala
industri main fermentor sebagai
tangki fermentasi utama, merupakan tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor dilakukan sterilisasi
terlebih dahulu dengan menggunakan steam dengan
suhu 1250C selama 30 menit. Media dalam main fermentor hampir sama komposisinya dengan media dalam seed, hanya pada main fermentor ini tidak ditambahkan
biotin, karena penambahan biotin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan awal
bakteri (menegakkan fase log pertumbuhan
bakteri), sehingga penambahan biotin dianggap cukup ditambahkan pada seed media saja.
Suhu operasi
dijaga konstan 31,5-370C dengan cara mengalirkan process water melalui cooling coil di dalam tangki main fermentor. Suhu 31,50C
merupakan suhu optimum yang dicapai saat fermentasi serta merupakan suhu
adaptasi dari bakteri pada lingkungan barunya dan pH dijaga sekitar 7,7 dengan
penambahan NH3. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan
pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan
media atau feeding. Hal
tersebut juga disebabkan oleh media yang ditambahkan pada awal fermentasi sudah
habis. Penambahan feeding bertujuan
sebagai sumber makanan dari bakteri, karena bakteri pada usia dewasa sehingga
bakteri dapat menghasilkan GA secara maksimal. Tangki juga dilengkapi dengan
pipa aerasi untuk suplai O2. Reaksi yang terjadi adalah:
C2H12O6 + O2 +
NH3 Glutamic
Acid + CO2 + panas
Reaksi
Pembentukan Asam Glutamat
Untuk
membuang CO2 yang terbentuk, tangki juga dilengkapi dengan cyclon separator untuk memisahkan cairan
yang terikut bersama CO2. Selain itu pada tangki main fermentor ditambahkan anti foam agent (AF) guna mencegah
timbulnya busa akibat pengadukan karena busa dapat mengakibatkan bakteri
kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Tangki main
fermentor ini berjumlah 3 unit dengan kapasitas masing-masing 250
kL dan volume kerja fermentor 200
kL. Seperti halnya dengan tangki seed, setiap
2 jam dilakukan analisa Optical Density
(OD), Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS), Dissolved Oxygen (DO) dan
GA. Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan broth yang terdiri dari bangkai bakteri,
lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamate yang akan diproses lebih lanjut
pada Refinery I.
PENGENDALIAN PROSES FERMENTASI
Selama proses
fermentasi, dilakukan control terhadap beberapa factor yakni O2, NH4+,
pH, asam phosphate dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup akan
terbentuk asam glutamate sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat
atau suaksinat. Ammonia (NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba
sebagai sumber nitrogen. Apabila jumlahnya kurang maka akan terbentuk asam
α-ketoglutarat sedangkan apabila berlebih akan terbentuk glutamin.
Pengaturan pH
juga berpengaruh terhadap hasil fermentasi, dimana pH yang asam akan membentuk
glutamin dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral atau basa lemah, asam
glutamate akan terbentuk optimal. Penambahan asam phosphate yang kurang akan
menghasilkan valin sedangkan adanya biotin yang berlebih akan membentuk asam
laktat dan asam suksinat.
Selain itu
juga seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu fermentasi diatur atau
di set sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang digunkan agar mikroba
tersebut dapat lebih optimum berperan dalam proses fermentasi tadi.
No comments:
Post a Comment