Keong merupakan salah satu hama utama tanaman padi. Tidak jarang petani dibuat resah akibat serangan hama ini. Di OKU Timur kerusakan padi akibat serangan hama keong bahkan mencapai 50-70%.
Hama keong biasanya memakan tanaman padi yang masih muda, sehingga pindah tanam padi usia muda sangat rentan terkena serangan hama ini. Namun, bukan berarti tanaman tua akan aman terhadap serangan hama ini. Beberapa percobaan telah menunjukkan, bibit padi usia 30 HSS masih mendapat serangan keong dengan tingkat serangan hingga 13% (tergantung tingkat populasi hama).
Salah satu alternatif untuk mengurangi kerugian akibat serangan keong adalah dengan teknologi Hazton. Tenologi
ini diperkenalkan pertama kali oleh Kepala Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kalimantan Barat Hazairin dan salah seorang stafnya bernama Anton
sehingga disingkatlah menjadi Hazton. Teknologi ini menekankan pada penanaman bibit usia tua (25-30 HSS), dan ditanam dengan jumlah bibit 20-30/tancap.
Beberapa keunggulan teknologi ini adalah karena jumlah bibit yang ditanam banyak dan tua, sehingga lebih tahan terhadap serangan hama keong. Karena dengan penggunaan bibit yang banyak, jika serangan keong sekitar 10%, maka paling tidak 18-27 bibit/rumpun masih selamat dari hama keong ini.
Keunggulan lain adalah Bibit-bibit
ini tidak menghasilkan anakan melainkan indukan yang sama sehingga hasilnya
maksimal. Ini terjadi karena karena adaptasi fisiologi
padi, dimana dengan jumlah bibit 20 -30 masing-masing bibit padi yang berada
ditengah rumpun akan terjepit dan cenderung menjadi indukan utama yang
produktif dan menghasilkan malai yang prima. Sedangkan bibit yang berada
di pinggir rumpun akan menghasilkan 1-3 anakan yang semuanya produktif.
Namun dibalik keunggulan diatas, ada beberapa kerugian yang perlu diantisipasi oleh petani. Penggunaan bibit yang banyak juga membutuhkan modal yang besar bagi petani, apalagi jika benih yang digunakan harus beli. Selain itu tingkat stres tanaman padi juga besar pada awal tanam, sehingga perlu nutrisi yang lebih banyak untuk menanggulanginya.
No comments:
Post a Comment