Saturday, December 27, 2014

BUDIDAYA BAWANG MERAH (bagian 3)



3.5. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah pada dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma.
Pada lahan kering, tanah dibajak atau dicangkul sedalam 20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi 25 cm, sedangkan panjangnya tergantung pada kondisi lahan. Pada lahan bekas padi sawah atau bekas tebu, bedengan-bedengan dibuat terlebih dahulu dengan ukuran lebar 1,75 cm, kedalaman parit 50 – 60 cm dengan lebar parit 40 – 50 cm dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Kondisi bedengan mengikuti arah Timur Barat. Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diolah lagi 2 – 3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan dengan rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan tanah (ungkap 1, ungkap 2, cocrok) sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk ditanami sekitar 3 – 4 minggu. Lahan harus bersih dari sisa tanaman padi/tebu dapat menjadi media patogen penyakit seperti Fusarium sp. (Hidayat 2004).
Pada saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan yang masam dengan pH kurang dari 5,6, disarankan pemberian kaptan/dolomit minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 – 1,5 t/ha/tahun, yang dianggap cukup untuk dua musim tanam berikutnya. Pemberian dolomit ini penting dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), terutama pada lahan masam atau lahan-lahan yang diusahakan secara intensif untuk tanaman sayuran pada umumnya.
Efisiensi penggunaan lahan pada penanaman bawang merah pertama sekitar 65%, sedangkan pada penanaman selanjutnya hanya 50-55% (Sutarya dan Grubben 1995). Adanya erosi dan perbaikan saluran-saluran membuat lebar bedengan untuk penanaman kedua mengecil.
3.6. Penanaman dan Pemupukan
Setelah lahan selesai diolah, kegiatan selanjutnya adalah pemberian pupuk dasar. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk kandang sapi dengan dosis 10 – 20 t/ha atau pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6 t/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 t/ha khususnya pada lahan kering. Selain itu pupuk P (SP-36) dengan dosis 200-250 kg/ha (70 – 90 kg P2O5/ha), yang diaplikasikan 2-3 hari sebelum tanaman dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah. Balitsa merekomendasi penggunaan pupuk organic (kompos) sebanyak 5 t/ha yang diberikan bersama pupuk TSP/SP-36. Pemberian pupuk organik tersebut untuk memelihara dan meningkatkan produktivitas lahan. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa kompos tidak meningkatkan hasil bawang merah secara nyata, tetapi mengurangi susut bobot umbi (dari bobot basah menjadi bobot kering jemur) sebanyak 5% (Hidayat et al. 1991).
Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm atau 15 cm x 15 cm (anjuran Balitsa). Dengan alat penugal, lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lubang tanaman dengan gerakan seperti memutar sekerup, sehingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam terlalu dalam, karena umbi mudah mengalami pembusukan. Setelah tanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang halus.
Pemupukan susulan I berupa pupuk N dan K dilakukan pada umur 10 – 15 hari setelah tanam dan susulan ke II pada umur 1 bulan sesudah tanam, masing-masing ½ dosis. Macam dan jumlah pupuk N dan K yang diberikan adalah sebagai berikut : N sebanyak 150-200 kg/ha dan K sebanyak 50-100 kg K2O/ha atau 100-200 kg KCl/ha. Komposisi pupuk N yang paling baik untuk menghasilkan umbi bawang merah konsumsi adalah 1/3 N (Urea) + 2/3 N (ZA).
Pupuk K sebanyak 50-100 kg K2O/ha diaplikasikan bersama-sama pupuk N dalam larikan dan dibenamkan ke dalam tanah. Sumber pupuk K yang paling baik adalah KCl atau K2MgSO4 (Kamas). Untuk mencegah kemungkinan kekurangan unsur mikro dapat digunakan pupuk pelengkap cair yang mengandung unsur mikro.
Dari penelitian pemupukan bawang merah di lahan bekas tanaman padi sawah di dataran rendah (tanah Aluvial) dengan menggunakan pupuk N sebanyak 200-300 kg (1/2 N-Urea + ½ N-ZA) yang dikombinasikan dengan P2O5 sebanyak 90 kg, K2O sebanyak 50-150 kg per hektar diketahui bahwa produktivitas dan mutu bawang merah meningkat (Suwandi dan Hidayat 1992, Hidayat dan Rosliani 1996). Tidak ada perbedaan yang nyata hasil umbi tanaman bawang merah yang diberi kompos (5 t/ha) + ZA (500 kg/ha) + Urea (200 kg/ha) + SP-36 (200 kg/ha) + KCl (200 kg/ha) dengan yang diberi kompos (5 t/ha) + NPK 16-16-16 (600 kg/ha) + ZA (500 kg/ha) (Hidayat et al. 2003). Begitu pula di dataran medium (jenis tanah asosiasi Andosol-Latosol) pemberian 90 kg/ha P2O5 dikombinasikan dengan 200 kg N/ha (1/3 N-Urea + 2/3 N-Za) dan 100 kg K2O/ha dapat meningkatkan haisl umbi bawang merah.
Hasil-hasil penelitian pemupukan N pada bawang merah menunjukkan bahwa penggunaan campuran Urea + ZA lebih baik dibandingkan penggunaan Urea atau ZA saja. Pupuk ZA selain mengandung N (21%) juga mengandung S (23%). Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan banyak sulfat. Sulfat memegang peranan penting dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan beberapa parameter penentu kualitas nutrisi tanaman sayuran (Schung 1990). Jumlah S yang dibutuhkan tanaman sama dengan jumlah P (Yamaguchi 1999). Menurut Hamilton et al. (1998) ketajaman aroma tanaman bawang merah berkorelasi dengan ketersediaan S di dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas kritis sulfat untuk bawang merah bervariasi antara 50-90 ppm tergantung pada tipe tanahnya. Pemberian S dengan dosis 20-60 ppm meningkatkan serapan S, P, Zn dan Cn (Hatta et al. 2001), sedangkan menurut Hilman dan Asgar (1995) bawang merah membutuhkan S sebanyak 120 kg S/ha.
3.7. Pengairan
Meskipun tidak menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah dalam keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya satu kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen. Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya hanya ditujukan untuk membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah. Pada bawang merah periode kritis karena kekurangan air terjadi saat pembentukan umbi (Splittosser 1979), sehingga dapat menurunkan produksi. Untuk menanggulangi masalah ini perlu adanya pengaturan ketinggian muka air tanah (khusus pada lahan bekas sawah) dan frekuensi pemberian air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air dengan ketinggian 7,5 – 15 mm dengan frekuensi satu hari sekali rata-rata memberikan bobot umbi bawang merah tertinggi.
Pemeliharaan tanaman bawang merah lainnya yaitu pengendalian gulma. Pertumbuhan gulma pada pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh karena itu penyiangan merupakan keharusan dan sangat efektif untuk luasan yang terbatas.

No comments:

Post a Comment