3.5.
Pengolahan Tanah
Pengolahan
tanah pada dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang gembur dan
cocok untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk
menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan
tanah, dan mengendalikan gulma.
Pada lahan kering, tanah dibajak atau dicangkul
sedalam 20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi
25 cm, sedangkan panjangnya tergantung pada kondisi lahan. Pada lahan bekas padi
sawah atau bekas tebu, bedengan-bedengan dibuat terlebih dahulu dengan ukuran
lebar 1,75 cm, kedalaman parit 50 – 60 cm dengan lebar parit 40 – 50 cm dan
panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Kondisi bedengan mengikuti arah
Timur Barat. Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diolah
lagi 2 – 3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan
dengan rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan
tanah (ungkap 1, ungkap 2, cocrok) sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk
ditanami sekitar 3 – 4 minggu. Lahan harus bersih dari sisa tanaman padi/tebu
dapat menjadi media patogen penyakit seperti Fusarium sp. (Hidayat 2004).
Pada
saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan yang masam dengan pH kurang dari
5,6, disarankan pemberian kaptan/dolomit minimal 2 minggu sebelum tanam dengan
dosis 1 – 1,5 t/ha/tahun, yang dianggap cukup untuk dua musim tanam berikutnya.
Pemberian dolomit ini penting dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur
hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), terutama pada lahan masam atau
lahan-lahan yang diusahakan secara intensif untuk tanaman sayuran pada umumnya.
Efisiensi
penggunaan lahan pada penanaman bawang merah pertama sekitar 65%, sedangkan
pada penanaman selanjutnya hanya 50-55% (Sutarya dan Grubben 1995). Adanya
erosi dan perbaikan saluran-saluran membuat lebar bedengan untuk penanaman
kedua mengecil.
3.6.
Penanaman dan Pemupukan
Setelah
lahan selesai diolah, kegiatan selanjutnya adalah pemberian pupuk dasar. Pupuk
dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk
kandang sapi dengan dosis 10 – 20 t/ha atau pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6
t/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 t/ha khususnya pada lahan kering. Selain itu
pupuk P (SP-36) dengan dosis 200-250 kg/ha (70 – 90 kg P2O5/ha), yang
diaplikasikan 2-3 hari sebelum tanaman dengan cara disebar lalu diaduk secara
merata dengan tanah. Balitsa merekomendasi penggunaan pupuk organic (kompos)
sebanyak 5 t/ha yang diberikan bersama pupuk TSP/SP-36. Pemberian pupuk organik
tersebut untuk memelihara dan meningkatkan produktivitas lahan. Dari beberapa
penelitian diketahui bahwa kompos tidak meningkatkan hasil bawang merah secara
nyata, tetapi mengurangi susut bobot umbi (dari bobot basah menjadi bobot kering
jemur) sebanyak 5% (Hidayat et al. 1991).
Umbi
bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm atau 15 cm x 15 cm (anjuran
Balitsa). Dengan alat penugal, lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi
umbi. Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lubang tanaman dengan gerakan
seperti memutar sekerup, sehingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan
tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam terlalu dalam, karena umbi mudah
mengalami pembusukan. Setelah tanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang
halus.
Pemupukan
susulan I berupa pupuk N dan K dilakukan pada umur 10 – 15 hari setelah tanam
dan susulan ke II pada umur 1 bulan sesudah tanam, masing-masing ½ dosis. Macam
dan jumlah pupuk N dan K yang diberikan adalah sebagai berikut : N sebanyak
150-200 kg/ha dan K sebanyak 50-100 kg K2O/ha atau 100-200 kg KCl/ha. Komposisi
pupuk N yang paling baik untuk menghasilkan umbi bawang merah konsumsi adalah
1/3 N (Urea) + 2/3 N (ZA).
Pupuk
K sebanyak 50-100 kg K2O/ha diaplikasikan bersama-sama pupuk N dalam larikan
dan dibenamkan ke dalam tanah. Sumber pupuk K yang paling baik adalah KCl atau
K2MgSO4 (Kamas). Untuk mencegah kemungkinan kekurangan unsur mikro dapat
digunakan pupuk pelengkap cair yang mengandung unsur mikro.
Dari
penelitian pemupukan bawang merah di lahan bekas tanaman padi sawah di dataran
rendah (tanah Aluvial) dengan menggunakan pupuk N sebanyak 200-300 kg (1/2
N-Urea + ½ N-ZA) yang dikombinasikan dengan P2O5 sebanyak 90 kg, K2O sebanyak
50-150 kg per hektar diketahui bahwa produktivitas dan mutu bawang merah
meningkat (Suwandi dan Hidayat 1992, Hidayat dan Rosliani 1996). Tidak ada
perbedaan yang nyata hasil umbi tanaman bawang merah yang diberi kompos (5
t/ha) + ZA (500 kg/ha) + Urea (200 kg/ha) + SP-36 (200 kg/ha) + KCl (200 kg/ha)
dengan yang diberi kompos (5 t/ha) + NPK 16-16-16 (600 kg/ha) + ZA (500 kg/ha)
(Hidayat et al. 2003). Begitu pula di dataran medium (jenis tanah asosiasi
Andosol-Latosol) pemberian 90 kg/ha P2O5 dikombinasikan dengan 200 kg N/ha (1/3
N-Urea + 2/3 N-Za) dan 100 kg K2O/ha dapat meningkatkan haisl umbi bawang
merah.
Hasil-hasil
penelitian pemupukan N pada bawang merah menunjukkan bahwa penggunaan campuran
Urea + ZA lebih baik dibandingkan penggunaan Urea atau ZA saja. Pupuk ZA selain
mengandung N (21%) juga mengandung S (23%). Bawang merah merupakan salah satu
jenis tanaman yang membutuhkan banyak sulfat. Sulfat memegang peranan penting
dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan beberapa parameter penentu
kualitas nutrisi tanaman sayuran (Schung 1990). Jumlah S yang dibutuhkan
tanaman sama dengan jumlah P (Yamaguchi 1999). Menurut Hamilton et al. (1998)
ketajaman aroma tanaman bawang merah berkorelasi dengan ketersediaan S di dalam
tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas kritis sulfat untuk bawang
merah bervariasi antara 50-90 ppm tergantung pada tipe tanahnya. Pemberian S
dengan dosis 20-60 ppm meningkatkan serapan S, P, Zn dan Cn (Hatta et al. 2001),
sedangkan menurut Hilman dan Asgar (1995) bawang merah membutuhkan S sebanyak
120 kg S/ha.
3.7.
Pengairan
Meskipun tidak
menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup
selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah dalam
keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya satu
kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen.
Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya hanya ditujukan untuk
membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada
daun bawang merah. Pada bawang merah periode kritis karena kekurangan air
terjadi saat pembentukan umbi (Splittosser 1979), sehingga dapat menurunkan
produksi. Untuk menanggulangi masalah ini perlu adanya pengaturan ketinggian
muka air tanah (khusus pada lahan bekas sawah) dan frekuensi pemberian air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air dengan ketinggian 7,5 – 15 mm
dengan frekuensi satu hari sekali rata-rata memberikan bobot umbi bawang merah
tertinggi.
Pemeliharaan
tanaman bawang merah lainnya yaitu pengendalian gulma. Pertumbuhan gulma pada
pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh
karena itu penyiangan merupakan keharusan dan sangat efektif untuk luasan yang
terbatas.
No comments:
Post a Comment